Fluttershy - Move Tool

Senin, 15 Agustus 2016

Zat Warna

,
 Zat Warna
Molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom sebagai pengikat warna dengan serat. zat organik tidak jenuh yang dijumpai dalam pembentukan zat warna adalah senyawa aromatik antara lain senyawa hidrokarbon aromatik dan turunannya, fenol dan turunannya serta senyawa-senyawa hidrokarbon yang mengandung nitrogen.
Gugus kromofor adalah gugus yang menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada tabel 1. dapat dilihat beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat yang diwarnainya.
Gugus auksokrom terdiri dari dua golongan, yaitu:
Golongan kation : -NH; NHR; j -NRseperti -NR2CI.
Golongan anion : -S03H; -OH; -COOH seperti -0; -S03; dan lain-lain
Tabel 2.1. Nama dan Struktur Kimia Kromofor
Nama Gugus
Struktur Kimia
Nitroso
Nitro
Grup Azo
Grup Etilen
Grup Karbonil
Grup Karbon – Nitrogen 
Grup Karbon Sulfur
NO atau (-N-OH)
NO2 atau (N2-OOH) 
-N N-
-C C-
-C O-
-C=NH ; CH=N-
-C=S ; -C-S-S-C-

  
2.1.1        Syarat-syarat Zat Warna
Zat warna adalah senyawa organik berwarna yang digunakan untuk memberi warna suatu objek atau suatu kain. Saat ini terdapat banyak sekali senyawa organik berwarna, naman hanya beberapa saja yang sesuai untuk zat warna. Suatu senyawa organik dapat dikatakan sebagai zat warna jika memenuhi beberapa persyaratan, yakni :
1.      Tidak luntur.
Warna harus terikat kuat pada kain. Setiap jenis kain mempunyai tingkat kesulitan tertentu dalam proses pewarnaan.  Bahan yang paling mudah diwarnai adalah sutera, karena mengandung banyak gugus polar yang berantaraksi dengan zat warna
2.      Mengandung gugus kromofor
Gugus kromofor adalah gugus yang dapat menimbulkan warna, seperti nito dan nitroso. Selain itu zat tersebut mengandung gugus yang mempunyai afinitas terhadap serat tekstil seperti amino dan hdoksil. Cat-cat tembok walaupun berwarna namun tidak digolongkan sebagai zat warna karena tidak mempunyai afinitas untuk berikatan dengan serat kain.

2.1.2    Klasifikasi Zat Warna
2.1.1.1 Zat Warna Alami
            Adalah zat warna alami (pigmen) yang diperoleh dari tumbuhan, hewan, atau dari sumber-sumber mineral. Zat warna ini telah digunakan sejak dulu dan umumnya dianggap lebih aman daripada zat warna sintetis, seperti annato sebagai sumber warna kuning alamiah bagi berbagai jenis makanan begitu juga karoten dan klorofil. Dalam daftar FDA pewarna alami dan pewarna identik alami tergolong dalam ”uncertified color additives” karena tidak memerlukan sertifikat kemurnian kimiawi.

Keterbatasan pewarna alami adalah seringkali memberikan rasa dan flavor khas yang tidak diinginkan, konsentrasi pigmen rendah, stabilitas pigmen rendah, keseragaman warna kurang baik dan spektrum warna tidak seluas pewarna sintetik. Pewarna sintetik mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil dan biasanya lebih murah.
            Beberapa contoh zat pewarna alami yang biasa digunakan untuk mewarnai makanan adalah:

a.      Karoten
Karoten menghasilkan warna jingga sampai merah. Biasanya digunakan untuk mewarnai produk-produk minyak dan lemak seperti minyak goreng dan margarin. Dapat diperoleh dari wortel, papaya dan sebagainya.

b.      Biksin
Biksin memberikan warna kuning seperti mentega. Biksin diperoleh dari biji pohon Bixa orellana yang terdapat di daerah tropis dan sering digunakan untuk mewarnai mentega, margarin, minyak jagung dan salad dressing.

c.       Karamel
Karamel berwarna coklat gelap dan merupakan hasil dari hidrolisis (pemecahan) karbohidrat, gula pasir, laktosa dan sirup malt. Karamel terdiri dari 3 jenis, yaitu aramel tahan asam yang sering digunakan untuk minuman berkarbonat, aramel cair untuk roti dan aramel, serta aramel kering. Gula kelapa yang selain berfungsi sebagai pemanis, juga memberikan warna merah kecoklatan pada minuman es kelapa ataupun es cendol

d.      Klorofil
Klorofil menghasilkan warna hijau, diperoleh dari daun. Banyak digunakan untuk makanan. Saat ini bahkan mulai digunakan pada berbagai produk kesehatan. Pigmen klorofil banyak terdapat pada dedaunan (misal daun suji, pandan, katuk dan sebaginya). Daun suji dan daun pandan, daun katuk sebagai penghasil warna hijau untuk berbagai jenis kue jajanan pasar. Selain menghasilkan warna hijau yang cantik, juga memiliki harum yang khas.

e.       Antosianin
Antosianin penyebab warna merah, oranye, ungu dan biru banyak terdapat pada bunga dan buah-buahan seperti bunga mawar, pacar air, kembang sepatu, bunga tasbih/kana, krisan, pelargonium, aster cina, dan buah apel,chery, anggur, strawberi, juga terdapat pada buah manggis dan umbi ubi jalar. Bunga telang, menghasilkan warna biru keunguan. Bunga belimbing sayur menghasilkan warna merah. Penggunaan zat pewarna alami, misalnya pigmen antosianin masih terbatas pada beberapa produk makanan, seperti produk minuman (sari buah, juice dan susu).

            2.1.1.2       Perwarna Buatan / Sintesis
Pewarna sintetis mempunyai keuntungan yang nyata dibandingkan pewarna alami, yaitu mempunyai kekuatan mewarnai yang lebih kuat, lebih seragam, lebih stabil, dan biasanya lebih murah. Berdasarkan rumus kimianya, zat warna sintetis dalam makanan menurut ”Joint FAO/WHO Expert Commitee on Food Additives (JECFA) dapat digolongkan dalam beberapa kelas yaitu : azo, triaril metana, quinolin, xantin dan indigoid.
Zat pewarna sintetis adalah zat pewarna yang dibuat menurut reaksi-reaksi kimia tertentu. Jenis zat warna sintetis untuk tekstil cukup banyak, namun hanya beberapa diantaranya yang dapat digunakan sebagai pewarna batik.Hal ini dikarenakan dalam proses pewarnaan batik suhu pencelupan harus pada suhu kamar. Adapun zat warna yang biasa dipakai untuk mewarnai batik antara lain:
a. Zat warna naphtol
Zat warna naptol terdiri dari komponen naptol sebagai komponen dasar dan komponen pembangkit warna yaitu garam diazonium atau disebut garam naptol. Zat warna ini merupakan zat warna yang tidak larut dalam air. Untuk melarutkannya diperlukan zat pembantu kostik soda. Pencelupan naphtol dikerjakan dalam 2 tingkat. Pertama pencelupan dengan larutan naphtolnya sendiri (penaphtolan). Pada pencelupan pertama ini belum diperoleh warna atau warna belum timbul, kemudian dicelup tahap kedua/dibangkitkan dengan larutan garam diazodium akan diperoleh warna yang dikehendaki. Tua muda warna tergantung pada banyaknya naphtol yang diserap oleh serat. Dalam pewarnaan batik zat warna ini digunakan untuk mendapatkan warna-warna tua/dop dan hanya dipakai secara pencelupan.

            b. Zat warna indigosol
Zat warna Indigosol atau Bejana Larut adalah zat warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata dan cerah. Zat warna ini dapat dipakai secara pecelupan dan coletan . Pada saat kain dicelupkan ke dalam larutan zat warna belum diperoleh warna yang diharapkan. Setelah dioksidasi/dimasukkan ke dalam larutan asam (HCl atau H2SO4) akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan dalam pewarnaan dengan zat warna indigosol adalah Natrium Nitrit (NaNO2) sebagai oksidator. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel.

c. Zat warna rapid
Zat warna rapid biasa dipakai untuk  coletan jenis rapid fast.  Zat warna ini adalah campuran komponen  naphtol dan garam  diazonium yang distabilkan, biasanya paling banyak dipakai  rapid merah, karena warnanya cerah dan tidak ditemui di kelompok indigosol. Untuk membangkitkan warna difixasi dengan asam sulfat atau asam cuka. Dalam pewarnaan batik, zat warna rapid hanya dipakai untuk pewarnaan secara coletan.

d.  Zat warna indigosol
Zat warna Indigosol atau Bejana Larut adalah zat warna yang ketahanan lunturnya baik, berwarna rata dan cerah. Zat warna ini dapat dipakai secara pecelupan dan coletan . Warna dapat timbul setelah dibangkitkan dengan Natrium Nitrit dan Asam/ Asam sulfat atau Asam florida. Warna yang dihasilkan cenderung warna-warna lembut/pastel. Dalam pembatikan zat warna indigosol dipakai secara celupan maupun coletan.

   2.2.      Tanaman Jamblang
         Jamblang (Syzygium cumini) atau disebut juga jambu keling dan duwet adalah sejenis pohon buah dari suku jambu-jambuan (Myrtaceae). Tumbuhan berbuah sepat masam ini dikenal pula dengan berbagai nama seperti jambee kleng (Aceh), jambu kling, nunang (Gayo), jambu kalang (Min.), jambulang, jambulan, jombulan, jumblang (aneka nama lokal di Sulut), jambulan (Flores), jambula (Ternate), jamblang (Btw., Sd.). Juga jambu juwat, jiwat, jiwat padi (Ind., juwet atau duwet (Jw.), juwet, jujutan (Bl.), dhuwak, dhalas (Md.), duwe (Bima), Rappo - Rappo (Selayar) dan lain-lain. Dalam pelbagai bahasa asing buah ini dikenal sebagai jambulan, jambulana (Malaysia), duhat (Filipina), jambul, jamun, atau Java plum (Ingg.), dan lain-lain. Nama ilmiahnya adalah Syzygium cumini.


         2.2.1       Klasifikasi & Deskripsi Umum Tumbuhan Jamblang  

Kingdom        : Plantae
Super Divisi   : Spermatophyta
Divisi             : Magnoliophyta
Kelas              : Magnoliopsida
 Kelas              : Rosidae
Ordo               : Myrtales
Famili             : Mrytaceae
Genus             : Syzygium
Spesies           : Syzygium cumini L


Jamblang tergolong tumbuhan buah-buahan langka yang berasal dari Asia dan Australia. Biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar, terutama di hutan jati. Jamblang tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 500 m dpl. Pohon dengan tinggi 10-20 m ini berbatang tebal, tumbuhnya bengkok, dan bercabang banyak. Daun tunggal, tebal, tangkai daun 1-3,5 cm. Helaian daun lebar bulat memanjang atau bulat telur terbalik, pangkal lebar berbentuk baji, tepi rata, pertulangan menyirip, permukaan atas mengilap, panjang 7-16 cm, lebar 5-9 cm, warnanya hijau. Bunga majemuk bentuk malai dengan cabang yang berjauhan, bunga duduk, tumbuh di ketiak daun dan di ujung percabangan, kelopak bentuk lonceng berwarna hijau muda, mahkota bentuk bulat telur, benang sari banyak, berwarna putih, dan baunya harum. Buahnya buah buni, lonjong, panjang 2-3 cm, masih muda hijau, setelah masak warnanya merah tua keunguan. Biji satu, bentuk lonjong, keras, warnanya putih. Berakar tunggang, bercabang-cabang, berwarna cokelat muda. Buah jamblang rasanya agak asam dan sepat.

2.2.3      Kandungan Kimia
            Kandungan  kimiawi  yang terdapat pada jamblang mengandung minyak asiri, fenol (methylxanthoxylin), alkaloid (jambosine), asam organik, triterpenoid, resin yang berwarna merah tua mengandung asam elagat dan tanin. Pada buahnya terkandung zat tanin, asam gallus, dan glicosida. Pada bijinya terdapat zat tanin, asam galat, glukosida phytomelin, dan alfa-phytosterol yang bersifat anticholestemik.
2.2      Senyawa Tanin
Tannin adalah senyawa phenolic yang larut dalam air. Dengan berat molekul antara 500-3000 dapat mengendapkan protein dari larutan. Secara kimia tannin sangat komplek dan biasanya dibagi kedalam dua grup, yaitu hydrolizable tannin dan condensed tannin. Hydrolizable tannin mudah dihidrolisa secara kimia atau oleh enzim dan terdapat di beberapa legume tropika seperti Acacia Spp.
Sifat fisik dari tanin adalah sebagai berikut :
1.      Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa asam dan sepat
2.      Jika dicampur dengan alkaloid dan glatin akan terjadi endapan
3.      Tidak dapat mengkristal
4.      Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik

Sedangkan sifat kimia dari tanin adalah :
1.      Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yangs ukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal
2.      Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi

Sifat tanin sebagai pengkhelat logam . Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai khelat logam. Proses pengkhlatan akan terjadi sesuai pola subtitusi dan pH senyawa phenolik itu sendiri. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dilhelat oleh senyawa tanin tersebut

2.3.1     Cara Identifikasi dan Dampak Senyawa Tanin
Berdasarkan sifat-sifat diatas maka untuk menganalisis tanin dapat dilakukan berbagaicara sesusai tujuanya. Untuk analisis secara kualitatif dapat dilakukan dengan mengunakan metode :
1.      Diberikan larutan FeCl3 berwarna biru tua / atau hitam kehijauan 
2.      Ditambahkan Kalium Ferrisianida atau  amoniak berwarna coklat
3.      Diendapkan dengan garam Cu, Pb, Sn, dan larutan Kalium Bikromat berwarna coklat
Sedangkan untuk menganalisis secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengunakan metode : 
1.  Metode analisis umum phenolik, karena tanin merupakan senyawa phenolik(Metodeblue prussian dan Metode Folin)
2.      Metode analisis berdasarkan gugus fungsinya
3.      Dengan menggunakan HPLC, dan UV-Vis
4.      Metode presipitasi menggunakan protein

Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptic dan pemberi warna.Condensed tannin atau tannin terkondensasi paling banyak menyebar di tanaman dan dianggap sebagai tannin tanaman. Sebagian besar biji legume mengandung tannin terkondensasi terutama pada testanya. Warna testa makin gelap menandakan kandungan tannin makin tinggi.





0 komentar to “Zat Warna”

Posting Komentar

 

Mengerti dan Belajar itu Menyenangkan Copyright © 2011 | Template design by O Pregador | Powered by Blogger Templates