Reaksi Substitusi Elektrofilik
1. Pengantar
Lanjutan dari materi reaksi
substitusi nukleofilik yang telah anda pelajari sebelumnya, akan anda pelajari
dalam modul 5, yaitu tentang reaksi substitusi elektrofilik. Dalam modul ini
juga Anda akan menjumpai beberapa istilah seperti: unimolekuler, bimolekuler,
substrat, dan gugus pergi.
Adapun pokok bahasan yang akan
diuraikan dalam modul ini meliputi :
pengertian reaksi
substitusi elektrofilik, mekanisme substitusi elektrofilik, hubungan antara struktur
substrat dengan kereaktifannya dalam substitusi elektrofilik, dan contoh-contoh
reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik dan aromatik.
2. Tujuan Instruksional Umum :
Dengan
mempelajari modul ini diharapkan anda dapat memahami beberapa aspek penting
dalam reaksi substitusi elektrofilik pada senayawa alifatik dan aromatik.
3. Tujuan Instrutksional Khusus :
Kemampuan
khusus yang diharapkan anda capai setelah mempelari modul ini adalah agar anda
dapat :
A. menjelaskan
pengertian reaksi substitusi elektrofilik ;
B. menjelaskan
pengertian reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik ;
C. menjelaskan
hubungan antara struktur substrat dengan kereaktifannya dalam reaksi substitusi
elektrofilik senyawa alifatik ;
D. memberikan contoh-contoh
reaksi substitusi elektrofilik senyawa alifatik ;
E. menjelaskan
mekanisme reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik;
F. menjelaskan
hubungan antara struktur substrat dengan kreaktifannya dalam reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik ;
G. memberikan
contoth-contoh reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik ;
Untuk
membantu anda mencapai kemampuan-kemampuan yang diharapkan tersebut, dalam
modul ini disajikan dua kegiatan belajar, yaitu :
Kegiatan Belajar 1:
Substitusi
elektrofilik alifatik, yang berisi uraian tentang : pengertian, mekanisme, hubungan
antara struktur substrat dan kereaktifannya dan contoh – contoh reaksi
substitusi elektrofilik senyawa alifatik.
Kegiatan Belajar 2 :
Substitusi
elektrofilik aromatik, yang berisi uraian tentang : pengertian, mekanisme, hubungan
antara struktur substrat dan kreaktifannya dan contoh-contoh reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik.
Dalam setiap kegiatan belajar
diatas, terdapat bagian-bagian : uraian, soal-soal latihan beserta rambu-rambu
jawabannya, rangkuman, dan test formatif. Agar anda memperoleh hasil yang baik
dalam memepelajari modul ini maka :
A. Setiap uraian bacalah
dengan seksama .
B. Soal-soal latihan
yang diberikan pada setiap kegiatan belajar kerjakan dengan teliti tanpa
melihat dulu kunci jawaban.
C. Bila anda belum
dapat mengerjakan soal-soal latihan tersebut, bacalah rambu-rambu jawabannya
bila perlu ulangi membaca uraiannya
D. Bacalah rangkuman
materi yang diberikan pada akhir uraian setiap kegiatan belajar
E. Kerjakan soal-soal
test formatif yang ada pada bagian akhir setiap kegiatan belajar untuk
memantapkan pemahaman anda. Selamat Belajar !
4. Kegiatan Belajar
4.1
Kegiatan Belajar 1
Substitusi
Elektrofilik Senyawa Alifatik
4.1.1
Uraian dan Contoh
A. Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik
Perbedaan mekanisme reaksi
substitusi elektrofilik dengan mekanisme reaksi substitusi nukleofilik, terletak
pada spesies penyerang dan gugus pergi. Pada reaksi substitusi elektrofilik,
spesies penyerang dan gugus perginya adalah suatu elektrofil (asam menurut
konsep Lewis ). Pada dasarnya perubahan yang terjadi pada reaksi substitusi
elektrofilik adalah suatu elektrofil (asam menurut konsep Lewis) membentuk
sebuah ikatan baru dengan atom karbon substrat dan salah satu substituen pada
karbon tersebut lepas tanpa membawa pasangan elektronnya. Elektrofilnya dapat
berupa ion positif, atau ujung positif suatu dipol, atau dipol terinduksi. Secara umum persamaan reaksinya dapat
dituliskan sebagai berikut:
R – X + Y + →
R – Y + X+
Substrat elektrofil hasil substitusi gugus pergi
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik Senyawa
Alifatik
Kemampuan melepaskan proton sangat
menentukan kereaktifan senyawa alifatik dalam substitusi elektrofilik. Oleh
karena itu gugus pergi yang paling banyak dijumpai dalam substitusi
elektrofilik senyawa alifatik adalah proton. Senyawa yang mudah mengalami
reaksi substitusi elektrofilik, contohnya: atom hidrogen yang terikat pada atom
karbon yang berposisi alpha (Cα ) terhadap gugus karbonil atau atom hidrogen
yang terikat pada atom karbon pada alkuna terminal ( RC ≡ CH) mudah dilepaskan
sebagai proton. Sedangkan atom hidrogen pada alkana sukar dilepaskan sebagai
proton, sehingga alkana sukar mengalami reaksi substitusi elektrofilik.
Pada
reaksi substitusi elektrofilik dikenal empat macam mekanisme yaitu: SE1,
SE2 (depan), SE2 (belakang) dan SEi. SE1
adalah substitusi elektrofilik unimolekuler sedangkan SE2 dan SEi
adalah substitusi elektrofilik bimolekuler.
1. Mekanisme substitusi elektrofilik unimolekuler (SE1)
Mekanisme reaksi substitusi
elektrofilik unimolekuler (SE1) terdiri dari dua tahap, yaitu tahap
ionisasi yang berlangsung lambat dan merupakan tahap penentu laju reaksi, dan
tahap penggabungan karbanion dengan
elektrofil yang berlangsung cepat.
lambat
Tahap 1. R-X
R- : +
X+
cepat
Tahap 2. R- : + Y+ R – Y
Elektrofil
Laju reaksi yang
mengikuti mekanisme SE1 tidak dipengaruhi oleh konsentrasi
elektrofil karena tahap penentu laju reaksi adalah tahap ionisasi (pembentukan karbanion).
Contohnya adalah reaksi brominasi pada atom karbon yang mengikat gugus
penarik elektron yang dikatalisis oleh
basa. Pada reaksi brominasi 2-nitropropana, laju reaksi tidak dipengaruhi oleh
konsentrasi brom tetapi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi 2-nitropropana.
Tahap 1:
Tahap 2:
Produk reaksi yang mengikuti
mekanisme SE1 dapat menghasilkan produk dengan mempertahankan
konfigurasi semula (retensi), atau rasemisasi, atau pembalikan konfigurasi
(inversi) sebagian, tergantung pada faktor-faktor kestabilan karbanion,
konsentrasi elektrofil, kekuatan elektrofil, dan konfigurasi karbanion.
Reaksi akan
menghasilkan produk rasemisasi jika :
1). Karbanion terstabilkan oleh
delokalisasi dan konsentrasi elektrofil rendah atau kekuatan elektrofilnya
rendah,
2). Karbanion berstruktur datar dan
muatan negatif terdelokalisasi sehingga elektrofil dapat menyerang karbanion
dari kedua sisi,
3). Karbanion berstruktur
tetrahedral tetapi membentuk campuran kesetimbangan anion enantiomerik dengan
laju yang lebih cepat daripada laju pembentukan produk.
Karbanion yang
berstruktur tetrahedral digambarkan sebagai berikut:
Contoh reaksi SE1
yang menghasilkan campuran rasemat adalah reaksi antara anion
2-fenil-2-sianobutanoat dengan metanol:
Reaksi SE1
yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi semula (retensi) dapat
terjadi dengan dua cara:
1). Karbanion berstruktur datar dan
tersolvasi secara tidak simetris oleh elektrofil pada sisi yang sama dengan
kedudukan gugus pergi,
2). Karbanion berstruktur
tetrahedral dan elektrofil terikat sebelum karbanion berubah ke struktur
enantiomernya.
Contoh
reaksi SE1 yang berlangsung dengan mempertahankan konfigurasi semula
adalah:
Reaksi
SE1 yang menghasilkan produk dengan pembalikan konfigurasi (inversi)
terjadi pada sistem dengan karbanion berstruktur datar dan tersolvasi secara
tidak simetris sebagai zat antara (intermediate). Anion ini tersolvasi pada
sisi yang sama dengan kedudukan gugus pergi oleh molekul yang terbentuk dari
gugus pergi dan elektrofil menyerang dari sisi yang berlawanan.
Contoh:
Reaksi antara anion 3-fenil-2,3-dimetil-2-pentanol
dengan etilena glikol.
karbanion
tersolvasi
tak simetris sebagai zat antara
2. Mekanisme substitusi elektrofilik bimolekuler (SE2
dan SEi)
Mekanisme
reksi substitusi elektrofilik bimolekuler pada senyawa alifatik terjadi melalui
pemutusan ikatan antara gugus pergi dengan substrat dan pembentukan ikatan baru
antara elektrofil dengan substrat berlangsung dalam waktu yang bersamaan. Oleh
karena itu laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi elektrofil dan substrat.
Contohnya adalah reaksi perubahan alkil merkuri iodida menjadi alkil iodida
dengan elektrofil ion triiodida dengan mekanisme sebagai berikut:
Pada mekanisme SE2,
ada dua kemungkinan arah serangan elektrofil terhadap substrat, yaitu dari arah
depan, yang disebut dengan SE2 (depan) dan dari arah belakang, yang
disebut dengan SE2 (belakang) dapat digambarkan sebagai
berikut:
Apabila reaksi
terjadi pada substrat kiral maka akan terbentuk hasil reaksi dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi) pada mekanisme SE2
(depan), dan terjadi pembalikan konfigurasi (inversi) pada mekanisme SE2
(belakang). Jika elektrofil menyerang substrat dari arah depan ada kemungkinan
mekanisme yang ketiga, yaitu salah satu bagian elektrofil membantu lepasnya
gugus pergi dan dalam waktu yang bersamaan terbentuk ikatan baru dengan
substrat.
Mekanisme ini
disebut dengan mekanisme SEi dan menghasilkan produk dengan
mempertahankan konfigurasi semula (retensi).
Ketiga mekanisme reaksi subtitusi
elektrofilik bimolekuler tersebut [SE2 (depan), SE2
(belakang) dan SEi] sukar dibedakan. Ketiganya hanya dapat dibedakan
dengan mengakaji secara mendalam aspek stereokimianya.
Kebanyakan reaksi substitusi
elektrofilik bimolekuler (orde kedua) menghasilkan produk dengan mempertahankan
konfigurasi semula. Hal ini berarti bahwa pada umumnya reaksi berlangsung
dengan mekanisme dimana elektrofil menyerang substrat dari arah depan, SE2
(depan) atau SEi.
Kenyataan ini
berlawanan dengan mekanisme SN2. Pada mekanisme SN2,
nukleofil menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi, sedangkan pada
mekanisme SE2 elektrofil menyerang elektron yang mengikat atom
karbon dan gugus pergi. Oleh karena itu reaksi berlangsung lebih cepat jika
elektrofil menyerang substrat dari sisi yang sama dengan kedudukan gugus pergi
daripada sebaliknya karena adanya halangan sterik.
3. Substitusi
elektrofilik yang disertai dengan perpindahan ikatan rangkap
Penataan
ulang akan terjadi pada produk reaksi, jika reaksi substitusi elektrofilik terjadi
pada substrat alilik.
|
|
―C
= C ―C ― X + Y + ―C = C ―C ― Y + X-
|
|
Mekanisme
pembentukan produk yang mengalami penataan ulang tersebut dapat terjadi dengan
dua cara yaitu:
1. Reaksi berlangsung seperti pada
mekanisme SE1, dimana gugus pergi lepas lebih dahulu membentuk
karbanion yang distabilkan olah resonansi dan diikuti dengan serangan
elektrofil.
| | | -X+ |
C
= C ―C ― X ―C = C ―C ― Y + X-
| |
|
2. Elektrofil Y+ menyerang
substrat lebih dahulu membentuk karbokation dan diikuti dengan lepasnya X+
sebagai gugus pergi.
Pada umumnya
penataan ulang elektrofilik alilik melibatkan hidrogen sebagai gugus pergi,
meskipun juga dapat terjadi pada senyawa organologam dengan ion logam sebagai
gugus pergi.
Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya
dalam subtitusi elektrofilik senyawa alifatik
Pada mekanisme reaksi SE1,
memiliki tahap penentu laju reaksi mirip seperti pelepasan proton dari suatu
asam. Oleh karena itu adanya gugus-gugus pendorong elektron akan mengurangi
laju reaksi dan sebaliknya gugus-gugus penarik elektron akan menambah laju
reaksi. Pada mekanisme reaksi SE2 (belakang) kereaktifan substrat
seperti halnya pada mekanisme SN2, yaitu semakin besar gugus alkil
semakin besar pula halangan steriknya sehingga laju reaksinya akan semakin
kecil. Jadi urutan kereaktifannya adalah: Me >
Et
> Pr >
i-Pr
> neopentil.
Pada mekanisme reaksi SE2
(depan) laju reaksi bergantung pada jenis reaksinya. Contohnya adalah reaksi
antara : RHgBr + Br2 → RBr + HgBr2 yang dikatalisis oleh
basa diperoleh hasil seperti tercantum pada Tabel 5.1.
Tabel
5.1 Laju
reaksi relatif RHgBr dengan Br2
R
|
Laju reaksi relatif
|
Me
Et
Iso-pr
t-bu
iso-bu
neopentil
|
1
10,8
780
3370
1,24
0,173
|
Dari tabel tersebut
terlihat bahwa adanya cabang pada posisi meningkatkan laju reaksi sedangkan
cabang pada posisi β menurunkan laju reaksi. Bertambahnya laju reaksi oleh bertambahnya
cabang pada posisi karena pengaruh sifat pendorong elektron dari gugus alkil
yang menstabilkan keadaan transisi yang bersifat kekurangan elektron.
Contoh-contoh reaksi subtitusi elektrofilik pada
senyawa alifatik:
1. Reaksi substitusi hidrogen oleh deuterium atau
tritium.
Substitusi hidrogen
yang terikat pada atom C oleh deuterium berlangsung lebih sukar daripada
subtitusi hidrogen yang terikat pada N (trivalen), O atau Halogen. Hal ini
disebabkan molekul-molekul NH3, H2O dan HX (asam halogen)
memiliki pasangan elektron bebas sehingga ion deuterium dengan cepat dapat
mengikatkan diri padanya.
Pada alkana tidak
terdapat pasangan elektron bebas, sehingga agar dapat terjadi substitusi oleh
deuterium harus didahului dengan proses eliminasi.
Pemutusan ikatan
C-H pada alkana memerlukan energi cukup besar, sehingga pemutusan tersebut
hanya mungkin terjadi jika dibantu oleh adanya katalis atau bila ikatan C-H
diperlemah oleh gugus penarik elektron. Jika atom C mengikat gugus penarik
elektron seperti –NO2 maka ikatan C-H menjadi lemah sehingga atom H
mudah dilepaskan sebagai proton. Urutan gugus-gugus penarik elektron berdasarkan
keefektifannya dalam mempermudah substitusi adalah:
\
-2
― NO2
> C=O >
―CN > C=O
> ―SO3 > ― Cl
/ |
O-‾
2.
Reaksi substitusi logam dalam senyawa organologam oleh hidrogen, pola umumnya :
R
– L +
H+
R – H + L+ ( L = logam)
Contoh: reaksi senyawa
organo-magnesium dengan air atau asam,
RMgBr +
HOH R – H +
Mg(OH)Br
RMgBr +
HBr R – H +
MgBr2
Reaksi metalasi juga termasuk dalam
tipe ini.
C6H6
+ C2H5Na C6H5Na + C2H6
Reaksi-reaksi berikut ini sering
digunakan untuk mengukur keasaman relatif hidrokarbon.
C6H5
Na +
C6H5CH3 C6H5CH2Na +
C6H6
C6H5
CH2Na + ( C6H5)2CH3 (C6H5)2CHNa +
C6H5CH3
(C6H5)
CHNa +
( C6H5)3CH (C6H5)3CNa + (
C6H5)2CH2
Reaksi-reaksi di
atas menunjukkan bahwa urutan keasaman hidrokarbon adalah:
Ar3CH >
Ar2CH2
> ArCH3 >
ArH > RH
Keasaman toluena
terjadi karena adanya stabilisasi resonansi pada anion yang terbentuk oleh
lepasnya proton. Hidrokarbon aromatik lebih asam daripada alkana karena atom
karbon sp2 lebih elektronegatif daripada sp3. Umumnya
dengan bertambahnya karakter s pada orbital hibrida akan menambah kestabilan
pasangan elektron dalam orbital. Alkuna terminal, yang mempunyai hidrogen yang terikat
pada (atom C) orbital sp sehingga bersifat asam. Oleh karena itu alkuna
terminal mudah mengalami reaksi metalasi oleh pereaksi Grignard.
+ +
CH3C ≡ C
– H + C2H5MgBr CH3C≡CMgBr + C2H6
3.
Reaksi substitusi logam dalam senyawa oraganologam oleh halogen, pola umumnya :
R – L + X + →
R – X + L+
Senyawa organologam
Reaksi yang
mengikuti tipe reaksi di atas sering
dijumpai pada senyawa organolitium dan organomerkuri yang direaksikan dengan
brom. Pada senyawa organomerkuri, reaksinya berlangsung lebih cepat jika ada
katalis (misalnya piridina) yang membantu pembelahan heterolitik molekul brom. Senyawa
alkil atau arillitium biasanya dibuat dari reaksi antara alkil litium dengan
alkil atau aril halida. Reaksi tersebut memberikan hasil yang sangat baik jika
atom karbon organolitium yang dihasilkan lebih dapat menstabilkan muatan
negatif daripada organolitium semula. Contoh reaksi pembuatan arilitium.
4. Reaksi karbonasi senyawa orgnologam.
Karbonasi senyawa organologam
merupakan reaksi subtitusi elektrofilik pada atom C yang berikatan langsung
dengan atom logam, misalnya pada reaksi:
5. Reaksi dekarboksilasi pada asam karboksilat atau
garam dari asam karboksilat.
Reaksi dekarboksilasi dapat terjadi
pada asam-asam karboksilat yang mengikat gugus penarik elektron pada atom C yang
membebaskan karbondioksida. Reaksi ini melewati pembentukan zat antara
karbanion yang terstabilkan oleh resonansi.
Contohnya adalah
reaksi dekarboksilasi pada asam nitroasetat.
Reaksi
dekarboksilasi pada asam malonat dan
asam-asam b-ketokarboksilat terjadi dengan mekanisme yang serupa melalui
pembentukan zat-antara enolat. Kedua kelompok senyawa tersebut dapat mengalami
reaksi dekarboksilasi dengan membentuk enol yang segera berubah menjadi bentuk
tautomernya yang lebih stabil.
Reaksi
dekarboksilasi pada garam karboksilat, misalnya terjadi pada garam perak dengan
adanya brom.
6. Reaksi pemutusan ikatan karbon-karbon.
Reaksi
ini terjadi dibawah pengaruh zat yang bertindak sebagai donor proton dan
ditandai adanya pemutusan ikatan C-C melalui substitusi elektrofilik.
4.1.2 Latihan
Untuk
lebih memantapkan pemahaman anda terhadap materi kegiatan belajar 1, cobalah
kerjakan latihan dibawah ini!
Diskusikan
dengan teman Anda, mengapa atom H yang terikat pada atom karbon yang berposisi
alfa terhadap gugus karbonil dan atom H yang terikat pada atom karbon alkuna
terminal mudah dilepaskan sebagai proton!
4.1.3 Rambu-rambu
penyelesaian
Keasaman
atom H alfa pada senyawa karbonil dapat dijelaskan dengan memperhatikan efek
induksi gugus karbonil yang merupakan gugus penarik elektron. Disamping itu
juga dapat dijelaskan berdasarkan kestabilan karbanion yang terbentuk oleh
lepasnya proton dari senyawa karbonil.
Keasaman
atom H yang terikat pada atom karbon alkuna terminal dapat dijelaskan
berdasarkan kepolaran ikatan C-H pada alkuna terminal tersebut. Atom C yang
membentuk ikatan dengan atom H pada alkuna terminal mempunyai
keelektronegatifan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan hibridisasi sp2 dan sp3,
4.1.4 Rangkuman
Reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa alifatik dapat berlangsung denga
mekanisme SE1 (Substitusi Elektrofilik Unimolekuler) SE2
(Substitusi Elektrofilik Bimolekuler). Reaksi yang berlangsung dengan mekanisme
SE1 dapat mengahsilkan produk dengan pembalikan konfigurasi, retensi
konfigurasi atau rasemisasi tergantung pada jenis dan kondisi reaksi. Pada
reaksi yang berlangsung dengan mekanisme SE2/SEi
(bimolekuler) umumnya menghasilkan produk dengan retensi konfigurasi.
Proton
merupakan gugus pergi yang paling umum dalam substitusi elektrofilik senyawa
alifatik. Disamping itu juga dikenal gugus pergi berupa ion logam jika reaksi
terjadi pada senyawa organologam.
Contoh-contoh
reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa alifatik antara lain adalah : a)
substitusi atom hidrogen oleh deuterium atau tritium, b) substitusi logam dalam
senyawa organologam oleh hidrogen, c) substitusi logam oleh halogen, d) karbon
senyawa organologam, e) dekarboksilasi asam karboksilat atau garam dari asam
karboksilat, dan f) pemutusan ikatan karbon-karbon melalui reaksi substitusi
elektrofilik.
4.1.5 Tes
Formatif 1
Petunjuk : Berilah
tanda silang (X) pada huruf didepan pilihan jawaban yan tepat!
1) Faktor apakah yang
dapat menentukan kereaktifan dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa
alifatik ?
2) Jelaskan
tahap awal pada mekanisme reaksi SE1.
3) Jelaskan
apa yang mempengaruhi laju reaksi yang mengikuti mekanisme SE2
4)
Bagaimanakah
akibat dari serangan terhadap substrat kiral dalam mekanisme SE2(depan)
5)
Bagaimanakah
produk reaksi bila substrat alilik
mengalami reaksi substitusi elektrofilik ?
6)
Tergantung
pada apakah kereaktifan substrat alifatik dalam mekanisme SE2 (belakang).
Jelaskan
7)
Jelaskan mengapa ion deterium (D+) tidak dapat segera
menyerang alkana ?
8)
Apakah
elektrofil dari reaksi CH3MgBr + HOH
CH4
+ Mg(OH)Br ?
9)
Tentukan
mana hidrokarbon aromatik berikut ini yang sifat keasamannya paling tinggi :
A. ArH , B.
ArCH3 C. Ar2CH2 D. Ar3CH
10) Jelaskan fungsi katalis piridina dalam
reaksi antara senyawa organomerkuri dengan brom
4.1.6 Umpan Balik dan Tindak Lanjut
Setelah
Anda mengerjakan Tes Formatif 2 di atas, cocokkanlah jawaban anda dengan kunci
jawaban yang terdapat di bagian akhir
modul ini. Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah
ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar
2.
Rumus:
Jumlah
jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan =
-----------------------------------------------
X 100%
10
Arti
tingkat penguasaan yang Anda capai:
90
– 100 % = baik sekali
80
– 89 % = baik
70
– 70 % = cukup
–
69 % = kurang
Apabila
tingkat penguasaan Anda mencapai 80 % ke atas, bagus! Anda cukup memahami
Kegiatan Belajar 1. Anda dapat meneruskan Kegiatan Belajar 2. Tetapi bila
tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
4.2
Kegiatan Belajar 2
Substitusi
Elektrofilik Senyawa Aromatik
4.2.1 Uraian dan Contoh
Mekanisme Reaksi Substitusi Elektrofilik
Senyawa Aromatik
Kerapatan elektron π yang tinggi
pada inti benzena dapat menyebabkan benzena dapat menarik spesies yang
bermuatan positif (elektrofil), sehingga benzena mudah sekali mengalami reaksi
substitusi elektrofilik. Sebagian besar reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa aromatik berlangsung dengan mekanisme ion arenium. Dalam mekanisme ini
langkah pertamanya adalah serangan elektrofil pada inti benzena menghasilkan
zat – antara (intermediate) yang bermuatan positif yang disebut dengan ion
benzenonium. Pada langkah kedua terjadi proses lepasnya gugus pergi dari ion
benzenonium membentuk produk.
Pada mekanisme reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik, jika spesies penyerang berupa ion positif
(misalnya E+) , maka
serangan pada senyawa aromatik (misalnya benzena) akan menghasilkan karbokation
yang tahap-tahapnya adalah sebagai
berikut:
Tahap – 1:
Pada tahap ini
elektrofil mengambil dua elektron dari 6 elektron pada inti benzena dan
membentuk ikatan dengan salah satu atom karbon cincin benzena. Pembentukan
ikatan ini akan merombak sistem aromatik yang ada karena pada pembentukan ion
benzenonium atom karbon yang membentuk ikatan dengan elektrofil berubah dari
hibridisasi sp2 menjadi sp3 dan tidak lagi memiliki
orbital p. Keempat elektron ion benzenonium terdelokalisasi pada kelima
orbital p.
Struktur
(1), (2) dan (3) adalah struktur resonansi penyumbang pada struktur ion
benzenonium yang sebenarnya. Struktur ion benzenonium yang sebenarnya merupakan
hibrida dari struktur-struktur resonansi tersebut. Struktur (1) sampai dengan
(3) seringkali digambarkan dengan struktur (4) sebagai berikut.
Ion arenium
seringkali disebut juga dengan nama kompleks Wheland atau kompleks (sigma).
Tahap – 2:
Pada
tahap-2 ion benzenonium melepaskan proton dari atom karbon yang mengikat
elektrofil. Atom karbon yang mengikat elektrofil berubah kembali menjadi
hibridisasi sp2 dan inti benzena memperoleh kestabilannya kembali.
Langkah
dalam tahap 2 tersebut lebih cepat daripada tahap 1, karena itu langkah penentu
laju reaksinya adalah tahap 1 dan reaksinya merupakan reaksi orde kedua.
Hubungan antara struktur substrat dan kereaktifannya
dalam substitusi elektrofilik senyawa aromatik.
Hasil monosubstitusi benzena pada reaksi substitusi
elektrofilik, maka substituen yang telah ada tersebut akan berpengaruh pada
laju reaksi dan arah serangan. Berlangsungnya proses substitusi tersebut dapat
lebih cepat atau lebih lambat daripada benzena. Sedangkan gugus baru mungkin
diarahkan pada posisi orto, meta, atau para.
Gugus-gugus
yang meningkatkan laju reaksi dinamakan gugus pengaktif sedangkan gugus yang memperlambat laju reaksi disebut
gugus pendeaktif. Gugus-gugus yang
termasuk kelompok pengarah orto-para sebagian bersifat pengaktif dan sebagian
lainnya bersifat pendeaktif, sedangkan gugus-gugus pengarah meta semuanya
termasuk dalam kelompok pendeaktif. Jika suatu gugus dikatakan sebagai pengaruh
orto-para tidak mutlak diartikan bahwa gugus yang baru seluruhnya diarahkan
keposisi orto dan para. Contohnya reaksi nitrasi pada toluena menghasilkan
isomer orto = 59%, para = 37% dan meta = 4%.
Pada
Tabel 5.2 dapat dilihat tentang gugus-gugus yang berperan dalam reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik disusun berdasarkan efek orientasi dan pengaruhnya
terhadap kereaktifan inti.
Tabel
5.2 Efek substituen pada substitusi elektrofilik senyawa aromatik
Pengarah Orto-Para
|
Pengarah Meta
|
Pengaktif kuat
.. ..
..
– NH2, – NHR, – NR2
.. ..
– OH, –
O:-
.. ..
Pengaktif sedang
.. .. .. ..
– NHHCOCH3, –
NHCOR, – OCH3, – OR
.. ..
Pengaktif lemah
– CH3, – C2H5, – R,
– C6H5,
Pendeaktif lemah
.. .. .. ..
– F:
, – Cl:
, – Br: , – I:
|
Pendeaktif sedang
– C≡ N
, – SO3H, – CO2H,
– CO2R,
–CHO, –COR,
Pendeaktif kuat
+
– NO2, – NR3, – CF3, – CCl3
|
Contoh-contoh reaksi substitusi elektrofilik pada
senyawa aromatik.
Jenis
reaksi substitusi elektrofilik yang dapat terjadi pada senyawa-senyawa
aromatik, seperti reaksi-reaksi
halogenasi, nitrasi, sulfonasi, alkilasi Friedel-Crafts dan asilasi
Friedel-Crafts.
1.
Halogenasi
a. Halogenasi
dengan Brom atau Klor
Tanpa
adanya asam Lewis dalam campuran reaksinya, bezena tidak dapat bereaksi dengan
brom atau klor. Akibatnya benzena tidak dapat menghilangkan warna larutan brom
dalam karbon tetraklorida. Bila ada asam Lewis maka benzena dengan cepat
bereaksi dengan brom atau klor, dan menghasilkan bromobenzena atau klorobenzena.
Asam Lewis yang
paling umum digunakan pada reaksi klorinasi dan brominasi adalah: FeCl3,
FeBr 3, dan AlCl3.
Mekanisme brominasi
benzena dapat dituliskan sebagai berikut:
Tahap 1
ion bromonium
Tahap 2
Tahap 3
Asam
Lewis berfungsi dalam pembentukan kompleks dengan Br2 yang
selanjutnya terurai membentuk ion bromonium dan FeBr4-. Pada tahap 2 ion Br+ menyerang
inti benzena membentuk ion benzonium. Pada tahap 3 ion benzenonium memberikan
proton kepada FeBr-4 dan hasil akhir yang diperoleh
adalah bromobenzena dan hidrogen bromida. Pada akhir reaksi katalis FeBr3
terbentuk kembali.
Reaksi
klorinasi benzena dengan katalis asam Lewis berlangsung dengan mekanisme yang
serupa dengan reaksi brominasi. Fungsi asam Lewis dalam hal ini adalah membantu
transfer ion kloronium (Cl+).
b.
Halogenasi dengan Fluor
Fluor
bereaksi sangat cepat dengan benzena sehingga memerlukan kondisi dan peralatan
khusus. Bahkan sukar membatasi terbentuknya monofluorinasi. Oleh karena itu
monofluorobenzena dibuat dengan cara tidak langsung, yaitu dengan mereaksikan
garam diazonium dengan HBF4 dalam keadaan panas.
c.
Halogenasi dengan Iod
Sebaliknya,
iod sangat tidak reaktif terhadap benzena sehingga diperlukan cara khusus untuk
memperoleh iodobenzena. Salah satu cara adalah dengan menambahkan oksidator
seperti asam nitrat dalam campuran reaksinya.
2.
Nitrasi
Benzena
bereaksi lambat dengan asam nitrat pekat panas menghasilkan nitrobenzena.
Reaksi berlangsung lebih cepat jika dilakukan dengan memanaskan benzena
bersama-sama dengan campuaran HNO3 pekat dan H2SO4
pekat.
Penambahan asam
sulfat pekat dapat menambah laju reaksi melalui penambahan konsentrasi
elektrofil ion nitronium (NO+2), yang terbentuk dengan
tahap-tahap berikut:
Tahap 1
Tahap 2
Pada
tahap 1 asam nitrat memperlihatkan sifat sebagai basa dan menerima proton dari
asam sulfat yang lebih kuat. Pada tahap 2 asam nitrat yang telah terprotonkan
terurai menghasilkan ion nitronium. Selanjutnya terbentuk tahap-tahap berikut
ini.
Tahap 3
Tahap 4
Pada
tahap 3 ion nitronium menyerang inti benzena membentuk ion benzenonium yang
terstabilkan oleh resonansi dan pada tahap 4 ion benzenonium melepaskan proton
menghasilkan nitrobenzena.
3.
Sulfonasi
Pada temperatur kamar benzena bereaksi
dengan asam sulfat berasap menghasilkan asam benzena sulfonat. Reaksinya
disebut sulfonasi. Asam sulfat berasap adalah asam sulfat yang mengandung gas
SO3. Reaksi sulfonasi juga dapat berlangsung jika digunakan asam
sulfat pekat meskipun reaksinya lebih lambat.
Dalam reaksi
sulforasi benzena, yang bertindak sebagai elektrofil adalah SO3,
baik menggunakan asam sulfat berasap maupun dengan asam sulfat pekat. Mekanisme
reaksi sulfonasi yang menggunakan asam sulfat pekat melalui tahap-tahap sebagai
berikut:
Tahap 1
|
|
Tahap 2
Tahap 3
Tahap 4
Semua
tahap dalam reaksi sulfonasi merupakan reaksi kesetimbangan. Dengan demikian
keseluruhan reaksinya juga merupakan reaksi kesetimbangan, dan secara ringkas
dituliskan sebagai berikut:
Dengan
mengetahui bahwa semua tahap dalam reaksi sulfonasi adalah reaksi kesetimbangan,
maka kedudukan kesetimbangan dapat diatur sesuai dengan kondisi reaksi yang
digunakan. Jika digunakan asam sulfat pekat atau asam sulfat berasap, kedudukan
kesetimbangan lebih bergeser kekanan
sehingga akan diperoleh asam benzena sulfonat dalam jumlah yang memadai.
Sebaliknya,
jika diinginkan untuk menghilangkan gugus asam sulfonat (-SO3H) dari
inti benzena dapat digunakan asam sulfat encer dan biasanya diikuti dengan
mengalirkan uap air ke dalam campuran reaksi. Pada kondisi seperti ini
(konsentrasi air tinggi) kedudukan kesetimbangan akan bergeser kekiri dan akan terjadi reaksi desulfonasi.
Reaksi
sulfonasi dan desulfonasi banyak digunakan dalam sintesis senyawa organik
tertentu. Hal ini disebabkan karena dengan memasukkan gugus asam sulfonat (SO3H)
kita dapat mempengaruhi alur suatu reaksi dan sebaliknya jika pengaruhnya sudah
tidak diperlukan lagi dapat dihilangkan melalui desulfonasi.
4.
Alkilasi
Friedel-Crafts
Pada
tahun 1877, dua orang ahli kimia masing-masing Charles Friedel (Perancis) dan
James M.Crafts (Amerika) menemukan metode baru untuk membuat alkil benzena
(ArR) dan asil benzena (ArCOR). Kini reaksi pembuatan kedua kelompok senyawa
tersebut masing-masing dinamakan dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts dan
reaksi asilasi Friedel-Crafts. Secara
umum reaksi alkilasi Friedel-Crafts dituliskan sbb:
Salah
satu contoh reaksi alkilasi Friedel-Crafts adalah reaksi antara isopropil
klorida dan benzena dengan katalis aluminium klorida yang tahap-tahapnya
dituliskan sbb:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap 3
Pada tahap 1
isopropil klorida dan aluminium klorida membentuk kompleks yang segera terurai
membentuk karbokation isopropil dan AlCl4-. Pada tahap 2,
karbokation isopropil bertindak sebagai elektrofil menyerang inti benzena
membentuk ion benzenonium. Pada tahap 3 ion benzenonium melepaskan proton
membentuk isopropil benzena. Pada tahp ini terbentuk HCl dan dihasilkan AlCl3
kembali.
Jika
digunakan alkil halida primer maka karbokation tidak terbentuk tetapi alkil
halida membentuk kompleks dengan aluminium klorida. Kompleks inilah yang
bertindak sebagai elektrofil.
+ -
RCH2
----------- Cl:AlCl3
Meskipun
kompleks tersebut bukan karbokation tetapi dapat bertindak seperti karbokation
dan dapat mentransfer gugus alkil ke inti benzena.
Reaksi
alkil Friedel-Crafts tidak terbatas pada penggunaan alkil halida dan aluminium
klorida tetapi juga dapat menggunakan pereaksi lain yang dapat menghasilkan
karbokation atau spesies lain yang menyerupai karbokation. Contohnya adalah
dengan menggunakan campuran alkena dan suatu asam.
Disamping itu juga
dapat digunakan campuran alkohol dari suatu asam.
Meskipun
reaksi alkilasi Friedel-Crafts mempunyai arti penting dalam sintesis alkil
benzena, namun reaksi tersebut memiliki beberapa keterbatasan, yaitu:
a) Jika karbokation
yang terbentuk dari alkil halida, alkena atau alkohol dapat mengalami penataan
ulang dan membentuk karbokation yang lebih stabil maka produk terbanyak adalah
yang diperoleh dari reaksi dengan karbokation yang lebih stabil. Contohnya:
jika benzena direaksikan dengan n-butilbromida ternyata diperoleh hasil
sekunder butilbenzena lebih banyak (64-68%) dari pada n-butilbenzena. Hal ini
terjadi karena terjadinya penataan ulang kation butil dari karbokation primer
menjadi karbokation sekunder yang lebih stabil.
b)
Reaksi
alkilasi Friedel-Crafts sukar berlangsung jika pada inti aromatik terdapat
gugus penarik elektron kuat atau gugus lain seperti –NH2 atau –NHR
atau –NR2. Adanya gugus penarik elektron akan menyebabkan inti
aromatik menjadi tuna elektron (electron deficient) sehingga sukar mengalami
reaksi subtitusi elektrofilik melalui pembentukan karbokation. Gugus amino (-NH2)
atau derivatnya (-NHR; -NR2) berubah menjadi gugus penarik elektron
yang sangat kuat jika berada dalam campuaran pereaksi Friedel-Crafts karena
bereaksi dengan asam Lewis seperti ditunjukkan pada reaksi berikut:
c) Aril dan vinil
halida tidak dapat digunakan sebagai komponen halida karena kedua senyawa
tersebut tidak dapat segera membentuk karbokation.
d) Dalam reaksi
alkilasi Friedel-Crafts sering terjadi polialkilasi. Hal ini terjadi karena
gugus alkil yang bersifat mendorong elektron sehingga keberadaannya pada inti benzena
meningkatkan keaktifan inti benzena terhadap reaksi subtitusi elektrofilik
selanjutnya.
5.
Asilasi
Friedel-Crafts
Reaksi
asilasi adalah reaksi yang mengakibatkan masuknya gugus asil (R-C=O) kedalam suatu senyawa. Dua buah
gugus asil yang lazim dikenal adalah gugus asetil dan gugus benzoil.
Reaksi
asilasi Friedel-Crafts merupakan salah satu cara yang efektif untuk memasukkan
gugus asil ke dalam inti aromatik. Reaksi asilasi sering dilakukan dengan
mereaksikan senyawa aromatik dengan asil halida. Jika senyawa aromatik tidak
sangat reaktif, maka dalam melangsungkan reaksinya diperlukan asam Lewis
(misalnya AlCl3). Hasil reaksi asilasi Friedel-Crafts adalah suatu
aril keton.
Reaksi
asilasi Friedel-Crafts juga dapat dilakukan dengan menggunakan anhidrida asam
karboksilat sebagai pengganti asil halida.
Contoh:
Pada
sebagian besar reaksi asilasi Friedel-Crafts, elektrofilnya adalah ion asilium
yang terbentuk dari asil halida dengan cara sbb:
Tahap 1
Tahap 2
Tahap-tahap
selanjutnya terjadi sbb:
Tahap 3
Tahap 4
Tahap 5
Pada
tahap paling akhir aluminium klorida (suatu asam Lewis) membentuk kompleks
dengan keton (suatu basa Lewis), tetapi jika kompleks tersebut direaksikan
dengan air akan diperoleh keton semula menurut persamaan reaksi berikut:
Tahap 6
R
R
\
.. _ \
C = O: AlCl3 + 3
H2O C = O
: +
Al(OH)3 + 3 HCl
/
/
C6H5
C6H5
Dalam
reaksi asilasi Friedel-Crafts tidak dijumpai peristiwa poliasilasi karena gugus
asil bersifat menarik elektron, sehingga mendeaktifkan inti benzena terhadap
serangan elktrofil lebih lanjut.
Berbeda
dengan reaksi alkilasi Friedel-Crafts, dalam reaksi asilasi tidak dijumpai
peristiwa penataan ulang karena ion asilium sangat stabil (terstabilkan oleh
resonansi). Oleh karena itu reaksi asilasi Friedel-Crafts merupakan metode yang
lebih baik untuk pembuatan alkil benzena tak bercabang daripada reaksi
alkilasi. Contohnya adalah pada pembuatan n-propilbenzena. Bila n-propilbenzena
dibuat melalui reaksi alkilasi Friedel-Crafts ternyata diperoleh hasil utama
isopropilbenzena sementara n-propilbenzena hanya merupakan hasil minor. Hal ini
disebabkan oleh adanya penataan ulang karbokation n-propil menjadi karbokation
isopropil yang lebih stabil, sehingga akhirnya diperoleh isopropilbenzena
sebagai hasil utama. Masalah tersebut dapat dipecahkan dengan menerapkan reaksi
asilasi Friedel-Crafts, yaitu dengan mereaksikan benzena dengan propanoil klorida
(katalis AlCl3).
Teori Substitusi Elektrofilik pada Senyawa Aromatik
1.
Kereaktifan inti
aromatik
Inti
benzena yang mengikat gugus pengaktif akan bereaksi lebih cepat dalam subtitusi
elektrofilik daripada benzena, sedangkan yang mengikat gugus pendeaktif akan
bereaksi lebih lambat. Reaksi yang melewati keadaan transisi lebih stabil (Ea
lebih rendah) berlangsung lebih cepat daripada reaksi yang melewati keadaan
transisi yang kurang stabil (Ea lebih tinggi). Langkah penentu laju reaksi pada
sebagian besar reaksi subtitusi elektrofilik pada benzena yang tersubtitusi
adalah langkah yang mengahsilkan ion benzenonium. Jika substituen dinyatakan
dengan S, maka ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan elektrofil E+
dapat dituliskan sbb:
S S S
+ E+
+ E H E
H
keadaan transisi ion benzenonium
Dengan cara
penulisan tersebut diatas berarti bahwa S dapat berposisi orto, meta atau para
terhadap elektrofil E. Laju reaksi yang diakibatkan oleh adanya S tergantung
apakah S menarik atau mendorong elektron. Jika S gugus pendorong elektron maka
reaksi berlangsung lebih cepat daripada benzena. Sebaliknya jika S gugus
penarik elektron maka reaksi berjalan lebih lambat.
S S S
Reaksi lebih
+ E+
cepat
+E H E
H
S
pendorong keadaan transisi ion
benzenonium
Elektron lebih stabil lebih stabil
S S S
Reaksi lebih
+ E+ lambat
+E H E
H
S penarik keadaan transisi ion
benzenonium
Elektron kurang stabil kurang
stabil
Gugus-gugus
pendorong elektron menyebabkan keadaan transisi lebih stabil, sedangkan
gugus-gugus penarik elektron menyebabkan keadaan transisi kurang stabil, dalam
arti bahwa S berpengaruh terhadap
kestabilan keadaan transisi.
Karena
ion benzenonium bermuatan positif, maka gugus pendorong elektron akan
meningkatkan kestabilan, sebaliknya gugus penarik elektron akan menurunkan
kestabilan ion benzenonium tersebut.
2. Teori
Orientasi
Faktor yang dapat mentukan orientasi
sifat-sifat gugus penarik dan pendorong elektron dalam reaksi substitusi
senyawa aromatik yaitu: efek induksi dan resonansi. Efek induksi adalah efek
yang diakibatkan oleh perbedaan keelektronegatifan antara dua atom atau gugus.
Contohnya, atom halogen lebih elektronegatif daripada atom karbon sehingga
halogen memberikan efek induksi menarik elektron. Disamping itu terdapat
gugus-gugus lain yang memberikan efek induksi karena adanya muatan positif atau
parsial positif pada atom yang terikat pada inti benzena.
+
-
S
(S = F, Cl, Br)
-
X O O-
+ ↑+
- ∕∕ │
→―NR3 ( R = alkil atau H) →―C →―
X→― N+ →―S―OH
↓ | ║
X- O- O
O O-
║ │
→―C―G ↔
→―C+―G (G = H, R, OH atau
OR)
Efek menarik atau
mendorong elektron dari suatu gugus melalui ikatan pi dinamakan efek resonansi.
Contohnya, subtituen-subtituen nitro, siano dan karbonil bersifat pendeaktif
karena menyebabkan bergesernya elektron pi pada inti benzena kearah subtituen
tersebut. Akibatnya, inti benzena menjadi tuna elektron. Struktur-struktur
resonansi untuk nitrobenzena dan benzaldehida digambarkan sbb:
Nitrobenzena
Benzaldehida
Sebaliknya subtituen-subtituen
hidroksil, metoksil dan amino bersifat pengaktif karena menyebabkan bergesernya
elektron dari subtituen tersebut ke inti benzena. Akibatnya kerapatan elektron
pada inti benzena bertambah besar.
Struktur-struktur
resonansi untuk Ar-OR dan Ar-NHR digambarkan sbb:
a. Gugus Pengarah Meta
Semua
gugus pengarah meta mempunyai muatan positif atau parsial positif pada atom
yang terikat langsung dengan inti benzena. Contohnaya adalah –CF3,
dimana atom C pada guigus tersebut bermuatan parsial positif karena mengikat
tiga atom F yang sangat elektronegatif.
Gugus
–CF3 merupakan gugus pendeaktif kuat dan pengarah meta dalam reaksi
subtitusi elektrofilik senyawa aromatik. gugus ini mempengaruhi kerektifan inti
aromatik dengan mengakibatkan keadaan transisi yang mengarahkan pada pembentuka
ion arenium yang sanagat tidak stabil. Gugus ini menarik elktron dari
karbokation yang terbentuk sehingga menambah muatan posistif pada inti benzena.
+ CF3 +
CF3 +
CF3
+ E+
+ E H E
H
Trifluorometilbenzena keadaan transisi ion benzenonium
Kita
dapat memhami bagaimana gugus –CF3 mempengaruhi orientasi subtitusi
elektrofilik jika kita mempelajari struktur-struktur resonansi ion arenium yang
terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari
trifluorometilbenzena.
sangat tidak stabil
Serangan
meta:
Serangan
para:
sangat tidak
stabil
Pada
struktur-struktur resonansi ion arenium yang terbentuk oleh serangan orto dan
para terlihat bahwa salah satu struktur penyumbangnya sangat tiadak stabil,
karena muatan positif berada pada atom karbon inti yang mengikat gugus penarik
elektron. Hal serupa tidak dijumpai pada serangan meta. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahawa ion arenium yang dibentuk oleh serangan meta paling stabil
yang berarti bahawa serangan meta melalui keadaan transisi yang lebih stabil
pula. Hasil eksperimen menunjukkan bahawa gugus –CF3 adalah pengarah
meta yang kuat.
b.
Gugus Pengarah
Orto-Para
Selain
substituen alkil atau fenil, semua gugus pengarah orto-para mempunyai
sekurang-kurangnya satu pasangan elktron bebas (non bonding) pada atom yang
terikat langsung dengan inti benzena.
Efek
resonansi dapat menyebabkan efek pengarahan gugus-gugus pengarah orto-para.
Efek resonansi terutama berpengaruh terhadap ion arenium yang berarti juga
berpengaruh terhadap keadaan transisi yang membentuknya. Selain halogen, efek
gugus-gugus pengarah orto-para terhadap kereaktifan juga disebabkan oleh efek
resonansi. Seperti halnya pada efek pengarahan, efek ini juga berpengaruh
terhadap keadaan transisi yang membentuk ion arenium.
Contoh
efek resonansi adalah efek gugus amino (-NH2) dalam reaksi substitusi
elektrofilik senyawa aromatik. Gugus amino tidak hanya merupakan gugus
pengaktif kuat, tetapi juga gugus pengarah orto-para yang kuat. Efek tersebut
dapat ditunjukkan pada reaksi antara anilina dengan larutan brom pada
temperatur kamar dan tanpa katalis, yang mengahsilkan produk dimana semua
posisi orto dan para tersubtitusi yaitu 2,4,6-tribomoanilina. Efek induksi
gugus amino (-NH2) menyebabkan adanya sedikit penarikan elktron.
Seperti kita ketahui bahwa atom nitrogen lebih elktronegatif daripada karbon,
tetapi perbedaan keelektronegatifan tersebut tidak besar karana atom karbon
pada benzena berhibridisasi sp2 yang lebih elektronegatif daripada
sp3.
Dengan
adanya efek resonansi ini gugus amino bersifat sebagai pendorong elektron. Efek
ini dapat kita pahami dengan menuliskan struktur-struktur resonansi ion arenium
yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan para dari
anilina.
Serangan orto:
Serangan meta:
Serangan Para:
Terdapat
empat struktur resonansi pada ion benzenonium hasil serangan orto dan para,
sedangkan dari serangan meta hanya tiga struktur resonansi. Hal ini menunjukkan
bahwa ion benzenonium hasil serangan orto dan para lebih stabil. Tetapi hal
yang lebih penting adalah kestabilan struktur-struktur penyumbang hibrida ion
benzenonium hasil serangan orto dan para. Diantara struktur-struktur penyumbang
tersebut ada yang memiliki ikatan ekstra yang terbentuk dari pasangan elektron
bebas pada nitrogen dengan atom karbon inti. Struktur ini sangat stabil karena
semua atom (kecuali atom H) memiliki elektron oktet (delapan elektron).
Kestabilan struktur-struktur penyumbang tersebut menyebabkan kontribusinya
terhadap hibrida resonansi lebih besar. Hal ini berarti bahwa ion benzenonium
yang terbentuk dari serangan orto dan para lebih stabil daripada serangan meta.
Akibatnya elektrofil bereaksi dengan cepat pada posisi orto dan para.
Halogen
termasuk kelompok gugus pengarah orto-para, tetapi gugus ini mendeaktifkan
inti. Kekhususan pada halogen ini dapat dijelaskan dengan asumsi bahwa efek
induksinya mempengaruhi kereaktifan dan efek resonansinya menentukan orientasi.
Pada senyawa klorobenzena, karena atom klor sangat elektronegatif maka
diperkirakan terjadi penarikan elektron pada inti benzena dan karena itu
mendeaktifkan inti benzena dalam reaksi subtitusi elektrofilik.
Jika
klorobenzena diserang elektrofil, atom klor akan menstabilkan ion benzenonium
yang terbentuk pada serangan orto dan para. Klor memberikan pengaruh seperti
yang terjadi pada gugus amino dan hidroksi,
dengan cara menyumbangkan sepasang elektron bebasnya, untuk meningkatkan
kestabilan struktur-struktur resonansi bagi hibrida ion benzenonium hasil
serangan orto dan para.
Serangan orto:
Serangan meta:
Serangan Para:
c.
Orientasi dan kereaktifan dalam alkil
benzena
Semua gugus alkil bersifat pendorong elektron
dan termasuk dalam kelompok gugus pengarah orto-para, oleh karena itu
mengaktifkan inti benzena dalam subtitusi elektrofilik dengan cara menstabilkan
keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium.
R R
R
+ E+
+E H E
H
keadaan transisi ion benzenonium
yang terstabilkan
Pada langkah pembentukan ion
benzenonium, energi pengaktifan alkil benzena lebih rendah daripada benzena
sehingga reaksi pada alkil benzena berlangsung lebih cepat.
Jika
serangan orto-meta dan para lewat reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa
toluena, menghasilkan struktur-struktur resonansi ion benzenonium sebagai
berikut:
Serangan orto :
Serangan meta :
Serangan para :
Pada
serangan orto dan para terdapat satu struktur resonansi dimana gugus metil
terikat langsung pada atom yang bermuatan positif, dan bersifat lebih stabil
karena pengaruh stabilisasi gugus metil (gugus pendorong elektron) paling
efektif. Struktur tersebut memberikan konstribusi hibrida ion benzenonium yang
terbentuk oleh serangan orto dan para, sedangkan pada serangan meta, tidak demikian.
Ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto dan para lebih stabil, maka
keadaan transisi yang mengarahkan kepembentukan ion benzenonium memerlukan
energi lebih rendah sehingga reaksi berlangsung lebih cepat.
4.2.2 Latihan
Untuk
mengetahui tingkat penguasaan anda terhadap materi kegiatan belajar 2,
kerjakanlah latihan berikut!
1. Jelaskan mengapa
reaksi nitrasi berlangsung lebih cepat dalam campuran asam sulfat pekat dan
asam nitrat pekat daripada dalam asam nitrat pekat saja. Diketahui bahwa harga
rKa asam sulfat dan asam nitrat berturut-turut adalah -9,0 dan -1,3.
2. Reaksi antara neopentil
klorida, (CH3)3CCH2Cl dengan benzena dan berkatalis
aluminium klorida akan diperoleh hasil utama 2-metil-2-fenil butana dan bukan
neopentil benzena, jelaskan mengapa demikian ?
3. Tuliskan mekanisme
reaksi dari benzena bereaksi dengan n-propanol dengan katalis boron
trifluorida, diperoleh produk isopropilbenzena.
4. Serangan elektrofil
pada posisi orto, meta dan para dari benzaldehida akan membentuk struktur-struktur
resonansi ion arenium. Tuliskan semua strukturnya dan tunjukkan struktur
penyumbang yang tidak stabil!
5. Gugus hidroksil
pada fenol bersifat pengaktif dan pengarah orto-para. Jelaskan mengapa
demikian. Uraikan dengan menuliskan ion benzonium yang terbentuk oleh serangan
elektrofil Br+ terhadap fenol pada posisi orto, meta dan para.
6. Senyawa bifenil (CH6CH5-CH6CH5)
mengalami nitrasi lebih cepat daripada benzena dan diperoleh hasil utama
1-nitro-2-fenilbenzena dan 1-nitro-4-fenilbenzena? Jelaskan mengapa demikian.
4.2.3 Rambu-rambu
penyelesaian
1. Dalam campuran asam
sulfat pekat dan asam nitrat pekat, asam sulfat merupakan asam yang lebih kuat
dan melepaskan proton kepada asam nitrat membentuk asam nitrat yang terprotonasi
yang diikuti dengan terbentuknya ion nitronium. Jika asam sulfat tidak ada
dalam campuran, fungsi asam sulfat digantikan oleh asam nitrat itu sendiri.
Karena kekuatan asam nitrat lebih kecil daripada asam sulfat maka protonasi
berjalan lebih lambat, sehingga secara keseluruhan reaksi berlangsung lebih
lambat.
2. Pada reaksi
tersebut terjadi penataan ulang karbokation neopentil (primer) menjadi
karbokation tersier pentil yang lebih stabil.
3. n-propanal dengan
boron trifuorida membentuk karbokation propil yang dapat mengalami penataan
ulang dan menghasilkan karbokation isopropil yang lebih stabil.
4. Ion arenium yang
terbentuk oleh serangan elektrofil terhadap benzaldehida mirip dengan ion
arenium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada trifluorometilbenzena. Pada
serangan orto dan para terdapat masing-masing satu struktur penyumbang yang
tidak stabil.
5. Sifat pengaktifan
dan pengarahan gugus hidroksil mirip dengan gugus amino, demikian juga
struktur-struktur ion benzenonium yang terbentuk oleh serangan orto,meta dan
para.
6. Efek kereaktifan
dan pengarahan gugus fenil dalam reaksi substitusi elektrofilik senyawa
aromatik dapat dijelaskan dengan menuliskan struktur-struktur resonansi ion
benzenonium yang terbentuk oleh serangan elektrofil pada posisi orto, meta dan
para.
4.2.4 Rangkuman
Mekanisme ion arenium umumnya
berlaku pada reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik. Mekanisme
ion arenium berlangsung dalam dua tahap. Tahap pertama sebagai tahap penentu
laju reaksi merupakan tahap pembentukan ion arenium yang dihasilkan dari
serangan elektrofil pada inti benzena. Tahap kedua yang berlangsung cepat
merupakan tahap lepasnya gugus pergi yang pada umumnya berupa proton.
Orientasi dan kereaktifan dalam
substitusi elektrofilik dipengaruhi oleh adanya substituen yang terikat pada
inti benzena. Orientasi dan kreaktifan tersebut dikendalikan oleh dua faktor
yaitu; efek induksi dan efek resonansi. Substituen yang berbeda menunjukkan
reaksi yang berbeda tergantung pada pengarahan dan kekuatan kedua faktor
tersebut.
Efek substituen dalam reaksi
substitusi elektrofilik pada senyawa aromatik dapat diringkaskan sebagai
berikut :
a. Gugus alkali,
memberikan efek induksi penarik elektron sedang dan tidak ada efek resonansi.
Hasilnya, gugus-gugus alkil bersifat pengaktif dan pengarah orto-para.
b. Gugus hidroksi dan
gugus amino (dan turunannya), memberikan efek induksi penarik elektron sedang.
Hasilnya gugus-gugus ini bersiafat pengaktif dan pengarah orto-para.
c. Halogen, memberikan
efek induksi penarik elektron kuat dan efek resonansi pendorong elektron
sedang. Hasilnya halogen bersifat pendeaktif dan pengarah orto-para.
d. Gugus-gugus nitro,
siano, karbonil dan gugus-gugus serupa memberikan efek resonansi penarik
elektron kuat dan efek induksi juga penarik elektron kuat. Hasilnya gugus-gugus
tersebut bersifat pendeaktif dan pengarah meta.
Adanya
gugus pengaktif akan meningkatkan laju reaksi substitusi elektrofilik dan
sebaliknya gugus pendeaktif menurunkan laju reaksi.
4.2.5 Tes
Formatif 2
Petunjuk: Jawablah
pertanyaan ini dengan singkat tapi jelas!
1) Mekanisme apakah
yang paling umum dijumpai pada reaksi substitusi elektrofilik pada senyawa
aromatik
2) Gugus apakah yang
diikat oleh inti benzena bila akan membentuk ion benzenonium
3) Senyawa apakah yang
dibentuk oleh reaksi nitrasi terhadap benzena
4) Manakah urutan yang
paling tepat tentang kreaktifan senyawa-senyawa berikut terhadap substitusi
elektrofilik
- fenol > toluena > benzena
> benzaldehida
- toluena > fenol > benzena
> benzaldehida
- benzaldehida > fenol > toluena
> benzena
- fenol > benzaldehida > toluena
> benzena
5) Ion apakah yang
bertindak sebagai elektrofil pada reaksi nitrasi
6) Manakah gugus
pengarah meta dari deretan gugus di bawah ini :
A. –Cl
B. –OH C. – CH3 D. –NR3
7) Di antara gugus-gugus
di bawah ini manakah gugus yang
mendeaktifkan inti benzena secara induksi dan resonansi ?
8) Senyawa apakah yang
dibentuk oleh reaksi sulfonasi pada anilina
9) Bagaimanakah langkah-langkah
yang dilakukan untuk membuat senyawa m-nitroanilina dari benzena
10) Tentukan senyawa yang
dapat mengalami reaksi asilasi lebih cepat daripada benzena di antara
senyawa-senyawa berikut ini: A.Toluena
B.trifluorometilbenzena C. nitrobenzena D.
klorobenzena
11) Di antara senyawa-senyawa
di bawah ini tentukan senyawa yang
mempunyai laju reaksi alkilasi paling besar:
A. Toluena B. nitrobenzena C. anilin D. asetofenon
12) Senyawa apakah yang
terbentuk sebagai hasil utamanya jika benzena bereaksi dengan senyawa
2-kloro-3-metilbutana dengan katalis asam Lewis
4.2.6 Umpan
Balik dan Tindak Lanjut
Setelah
Anda mengerjakan Tes Formatif 2 di atas, cocokkanlah jawaban anda dengan kunci
jawaban yang terdapat di bagian akhir
modul ini. Hitunglah jawaban anda yang benar, kemudian gunakan rumus di bawah
ini untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar
2.
Rumus:
Jumlah
jawaban Anda yang benar
Tingkat penguasaan
= ----------------------------------------------- X 100%
10
Arti
tingkat penguasaan yang Anda capai:
90
– 100 % = baik sekali
80
– 89 % = baik
70
– 70 % = cukup
–
69 % = kurang
Apabila
tingkat penguasaan Anda mencapai 80 % ke atas, bagus! Anda cukup memahami
Kegiatan Belajar 1. Anda dapat meneruskan Kegiatan Belajar 2. Tetapi bila
tingkat penguasaan Anda masih di bawah 80 %, Anda harus mengulangi Kegiatan
Belajar 1, terutama bagian yang belum Anda kuasai.
Kunci Jawaban
Formatif
Tes Formatif 1
1. Kereaktifan senyawa
alifatik dalam reaksi substitusi elektrofilik ditentukan oleh kemudahannya
melepaskan gugus pergi. Gugus pergi pada reaksi substitusi elektrofilik adalah
proton atau ion positif.
2. SE1
terdiri dari dua tahap yaitu, 1) lepasnya gugus pergi membentuk karbonion sebagai
tahap penentu laju reaksi, dan 2) penggabungan karbonion dengan elektrofil
membentuk produk.
3. Mekanisme SE2
merupakan mekanisme satu langkah dengan pengertian bahwa lepasnya gugus pergi dan serangan
elektrofil terjadi bersamaan, sehingga
laju reaksi dipengaruhi oleh konsentrasi substrat dan elektrofil.
4. Dalam mekanisme SE2
(depan) elektrofil menyerang substrat dari arah yang sama dengan kedudukan
gugus pergi sehingga produk yang terbentuk mempunyai konfigurasi yang sama
dengan konfigurasi substrat.
5. Jika reaksi
substitusi elektrofilik terjadi pada substrat alilik dimungkinkan terjadinya
penataan ulang pada produk yang terbentuk.
6. Kereaktifan
substrat alifatik dalam mekanisme SE2 (belakang) seperti halnya pada
mekanisme SN2 yaitu semakin besar gugus alkil (keruahan makin
tinggi) semakin besar pula halangan steriknya.
7. Ion deuterium (D’)
tidak dapat segara menyerang alkana karena pada alkana tidak terdapat pasangan
elektron bebas.
8. Pada reaksi
tersebut terjadi substitusi gugus –MgBr oleh hidrogen. Jadi gugus perginya
adalah MgBr+ dan elektrofilnya adalah H+.
9. Hidrokarbon
aromatik yang sifat keasamannya paling tinggi adalah Ar3CH karena
karbonion yang dihasilkan oleh lepasnya proton paling stabil (ada tiga gugus
fenil yang membantu menyebarkan muatan negatif).
10. Fungsi katalis
piridina dalam reaksi antara senyawa organomerkuri dengan brom adalah mempermudah pembelahan heterolitik
molekul brom.
Tes Formatif 2
1. Mekanisme yang
paling umum dijumpai pada reaksi substitusi elektrofilik senyawa aromatik
adalah mekanisme ion arenium, meskipun dikenal mekanisme lain yang jarang
dijumpai yaitu mekanisme SE1.
2. Ion benzenonium
(bermutan positif) adalah ion yang terbentuk jika inti benzena mengikat
elektrofil (spesies bermuatan positif).
3. Pada reaksi nitrasi
terjadi pengikatan gugus nitro oleh inti benzena membentuk senyawa
nitrobenzena.
4. Jika benzena
mengikat substituen pengaktif meningkatkan kreaktifannya terhadap substitusi
elektrofilik dan sebaliknya substituen pendeaktif menurunkan kereaktifann.
Gugus –OH (pada fenol) merupakan gugus pengaktif kuat dan gugus metil pada
toluena pengaktif lemah, sedangkan gugus karbonil adalah gugus pendeaktif.
5. Ion nitronium
adalah ion yang terbentuk jika asam nitrat yang telah terprotonasi melepaskan
molekul air.
6. Semua gugus
pengarah meta mempunyai muatan positif (atau parsialpositif) pada atom yang
terkait langsung dengan inti benzena. Gugus-gugus lain adalah pengarah
orto-para.
7. Gugus –CF3
dan –NR3 mendeaktifkan inti secara induksi saja, sedangkan gugus – OH
bersifat pengaktif.
8. Gugus amino pada
anilina merupakan gugus pengarah orto-para. Pada reaksi sulfonasi terjadi
pengikatan gugus sulfonat (–SO3H) oleh inti benzena. Jadi senyawa
yang terbentuk adalah asam o-aminobenzena sulfonat dan asam p-aminobenzena sulfonat.
9. Senyawa yang
diinginkan adalah senyawa turunan benzena yang mengikat dua substituen yang
berposisi meta. Oleh karena itu gugus pengarah meta harus dimasukkan lebih
dahulu.
10. Laju reaksi lebih
cepat terjadi pada senyawa yang mengandung gugus pengaktif.
11. Laju reaksi
substitusi paling cepat terjadi pada senyawa turunan benzena yang mengikat
gugus pangaktif. Pada reaksi alkilasi digunakan katalis asam Lewis. Katalis ini
dapat membentuk kompleks dengan gugus amino dan menjadikan gugus amino sebagai
gugus pendeaktif.
12. Pada reaksi ini
terjadi penataan ulang karbokation dari sekunder menjadi tersier yang lebih
stabil. Jadi produk utama yang diperoleh adalah yang terbentuk dari serangan
karbokation yang lebih stabil.
Daftar Pustaka
1. Allinger, N. L. et. al, 1976.,
Organic Chemistry, 2nd
edition, Worth Printing, Inc., New York
2. Eliel, E. I., 1981., Stereochemistry
of Carbon Compounds, Tata Mc Graw-Hill Publishing Company Ltd., New Delhi
3. H. Hart/Suminar Achmadi; (1987), Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat.
Jakatra: Penerbit Erlangga.
4. Morrison
& Boyd, 1970., Organic Chemistry,
2nd. Ed., Worth Publishers, Inc.
5. R. J. Fessenden, J. S. Fessenden/ A. Hadyana
Pudjaatmaka (1986). Kimia Organik,
(terjemahan dari Organic Chemistry,
3rd Edition), Erlangga, Jakarta
6. Solomons, T. W., 1982., Fundamentals of Organic Chemistry., John
Willey & Sons. Inc., Canada.
7. Wahyudi/Ismono; (2000)., Kimia Organik 3, Depdikbud, Jakarta